Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Studi Kasus Good Corporate Governance (GCG) Di Indonesia

BAB I

PENDAHULUAN

1.1      Latar Belakang

Ekonomi  merupakan  bagian yang  tidak bisa   dipisahkan  dari kehidupan manusia. Ekonomi juga memiliki peranan yang  penting untuk menjaga kestabilan kehidupan   berbangsa  dan  bernegara.  Tingkat  pertumbuhan  dan  pembangunan suatu negara  dapat  dilihat   dari  indikator    ekonominya . Setiap  negara,  dalam mencapai tujuannya  menggunakan  sistem  ekonomi  yang  berbeda-beda.  Sistem ekonomi  yang  berkembang  saat ini  di  dunia  adalah   sistem ekonomi  kapitalis, sosialis, campuran, dan sistem ekonomi Islam.

Salah satu sistem ekonomi yang saat ini mendapat pengakuan dunia adalah sistem ekonomi Islam atau yang lebih dikenal dengan sistem ekonomi syari’ah.Kajian-kajian ilmiah tentang ekonomi dan    keuangan Islam muncul serta mengalami perkembangannya sejak tahun 1970-an, baik di Timur Tengah maupun di  negara-negara Islam  yang lain . Sejak saat itu, sistem  ekonomi  Islam  muncul sebagai wacana dan dipandang sebagai suatu alternatif pilihan.

Perkembangan ekonomi Islam terjadi sejalan dengan kecenderungan yang menguat terhadap pemihakan sistem ekonomi neo-klasik akibat menguatnya anggapan bahwa ekonomi Keynesian sudah tidak lagi mampu menjawab berbagai masalah perekonomian negara-negara kapitalis barat (Masyhuri, 2003: 11).

Perencanaan bisnis adalah dokumen yang menyatakan daya tarik dan harapan sebuah bisnis. Sebuah bisnis plan yang akan mengoperasikan sebuah usaha harus mencantumkan secara jelas lokasi, proses, masalah bahan baku, masalah tempat, tanah dan lainnya. Perencanaan bisnis adalah suatu cetak biru tertulis ( blue print ) yang berisikan tentang misi usaha, usulan usaha, operasional usaha, rincian financial, strategi usaha, peluang pasar yang mungkin diperoleh, dan kemampuan serta keterampilan pengelolaannya.

Perencanaan bisnis sebagai persiapan awal memiliki 2 fungsi penting yaitu: sebagai pedoman untuk mencapai keberhasilan manajemen usaha, dan sebagai alat untuk mengajukan kebutuhan permodalan yang bersumber dari luar.

Munculnya masalah good corporate governance (GCG) terjadi karena adanya pemisahan antara kepemilikan dan pengendalian perusahaan (Suad Husnan, 2007). Pemerintah Indonesia dan International Monetary Fund (IMF) memperkenalkan dan mengintroduksir konsep GCG sebagai tata cara kelola perusahaan yang sehat, dalam rangka economy recovery (Sulistyanto & Lidyah, 2002). Konsep ini diharapkan dapat melindungi pemegang saham (stockholders) dan kreditur agar dapat memperoleh kembali investasinya (Sulistyanto & Wibisono, 2003). Survei yang dilakukan La Porta, Lopez, Shleifer, dan Vishny pada tahun 1998-2000 mengenai perlindungan investor dancorporate governance mengklasifikasikan Indonesia sebagai negara dengan tingkat penerapan GCG yang rendah (Fajari, 2004) Sedangkan Bank Dunia dalam sebuah surveiGovernance Research Indicator Country Snapshot tahun 2002 memberi Indonesia skor rata-rata di bawah 25 dari kemungkinan 1-100 untuk enam kategori penilaian, jauh tertinggal dari negara-negara tetangga yang memperoleh skor rata-rata di atas 50 (Fajari, 2004). Sehingga tidak mengejutkan jika hasil penelitian yang dilakukan oleh Asian Development Bank (ADB) menyimpulkan bahwa penyebab krisis ekonomi di negara-negara Asia, termasuk Indonesia, adalah (1) mekanisme pengawasan dewan komisaris (board of director) dan komite audit (audit committee) suatu perusahaan tidak berfungsi dengan efektif dalam melindungi kepentingan pemegang saham dan (2) pengelolaan perusahaan yang belum profesional (Sulistyanto&Wibisono, 2003). Dengan kata lain, penerapan konsep GCG 2 yang tidak optimalah yang menyebabkan terjadinya krisis ekonomi di negara-negara Asia khususnya Indonesia.

Corporate governance (CG) diartikan sebagai sebuah sistem yang mana perusahaan dijalankan dan dikendalikan (Cadbury, 1992 dalam Ballesta & Garcia-Meca, 2005). Walaupun istilah CG hampir tidak dikenal di Indonesia pada masa sebelum krisis, namun pada dasarnya terminologi tersebut digunakan untuk suatu konsep lama berupa kewajiban fidusiari dari mereka yang mengontrol perusahaan untuk bertindak bagi kepentingan seluruh pemegang saham dan stakeholder. Konsep kewajiban fidusiari didasari oleh agency theory dimana permasalahan agency muncul ketika kepengurusan suatu perusahaan terpisah dari kepemilikan. Dengan kata lain, dewan komisaris dan direksi sebagai agent dalam suatu perusahaan mempunyai kepentingan yang berbeda dengan pemegang saham (Herwidayatmo, 2000). CG mempengaruhi pengembangan dan fungsi dari pasar modal dan mendorong pengoptimalan alokasi sumber daya sehingga dapat mengurangi pengawasan shareholder atas perusahaan dan biaya audit (Ballesta & Garcia-Meca, 2005). Lebih lanjut, karakteristik CG dan sistem hukum perlindungan investor juga mempengaruhi fungsi auditor dan tuntutan atas kualitas audit (Piot, 2001 dalam Ballesta & Garcia-Meca, 2005).

Pertimbangan auditor mengenai pengendalian internal perusahaan pada laporan keuangan yang diperiksanya, sebagai salah satu dasar pelaksanaan auditing yang dinyatakan dalam asersi manajemen bahwa karakteristik CG khususnya board of directors (dewan komisaris) diharapkan mempunyai hubungan yang signifikan dengan kualitas praktek pelaporan keuangan (Ballesta & Garcia-Meca, 2005). Sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Pratolo (2007) bahwa baik buruknya good corporate governance BUMN 3 di Indonesia memiliki keterkaitan dengan pelaksanaan pengendalian intern pada BUMN tersebut (Pratolo, 2007). Padahal, pengendalian intern adalah salah satu dasar pemeriksaan laporan keuangan yang pada akhirnya akan menjadi dasar pertimbangan auditor dalam memberikan opininya. Dengan demikian, CG juga mempengaruhi pendapat auditor atas laporan keuangan yang diperiksanya. Suatu struktur GCG akan membantu auditor mengurangi tekanan manajemen agar auditor memberikan opini yang mereka harapkan (Ballesta & Garcia-Meca, 2005). Beberapa penelitian terdahulu (Chang & Walter, 1996; Chen et al, 2001; Ballesta & Garcia-Meca, 2005) telah meneliti apakah perusahaan dengan tata kelola (CG) yang baik akan menerima lebih banyak laporan audit yang unqualified dibanding perusahaan yang tidak memiliki tata kelola (CG) yang baik. Chang dan Walter (1996) menunjukkan hasil bahwa laporan auditqualified akan diberikan kepada perusahaan yang memiliki lebih banyak proporsi ekuitas yang dimiliki oleh manajemen. Selanjutnya Chen et al.,(2001) menemukan bahwa probabilitas dalam menerima kualifikasi audit menurun dengan meningkatnya kepemilikan manajemen atas saham perusahaan dan kepemilikan oleh perusahaan luar negeri. Lebih lanjut Gul et al., (2001) menguji hubungan antara dominansi dewan direksi pada perusahaan keluarga dan kecenderungan perusahaan tersebut menerima kualifikasi audit.

Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa dewan direksi yang dominan pada perusahaan keluarga cenderung untuk bertindak berdasar kepentingan perusahaan dan mempersiapkan laporan keuangan yang lebih kecil kemungkiannya untuk menerima kualifikasi audit. Rendahnya penerapan konsep GCG di Indonesia dan hasil penelitian terdahulu yang tidak konsisten merupakan motivasi penelitian ini. Penelitian ini memfokuskan pada 4 hasil proses audit dengan ada atau tidak adanya suatu kualifikasi audit (audit qualification), yang mana hal tersebut merupakan perhatian utama para pengguna laporan keuangan. Hasil proses audit yang difokuskan dalam penelitian ini adalah laporan audit yang memuat kualifikasi audit, dan hubungannya dengan strukturcorporate governance yang baik (GCG).

1.2      Rumusan Masalah

Dari latar belakang tersebut, kami merumuskan masalah sebagai berikut:

1.  Apa yang dimaksud dengan Good Corporate Governance (GCG)?

2.  Bagaimana Prinsip-prinsip Good Corporate Governance?

3.  Apa Tujuan Good Corporate Governance?

4.  Apa Manfaat Good Corporate Governance?

5.  Apa Unsur Good Corporate Governance?

6.  Apa Latar Belakang GCG di Indonesia?

7.  Bagaimana Implementasi GCG di Indonesia?

8.  Bagaimana Mewujudkan Good Corporate Governance di Indonesia?

9.  Bagaimana Daftar Perusahaan yang menggunakan Tatakelola Perusahaan?

2.3      Tujuan Pembuatan Makalah

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah :

1.    Untuk mengetahui Good Corporate Governance (GCG)?

2.    Untuk mengetahui Prinsip-prinsip Good Corporate Governance?

3.    Untuk mengetahui Tujuan Good Corporate Governance?

4.    Untuk mengetahui Manfaat Good Corporate Governance?

5.    Untuk mengetahui Unsur Good Corporate Governance?

6.    Untuk mengetahui Latar Belakang GCG di Indonesia?

7.    B Untuk mengetahui Implementasi GCG di Indonesia?

8.    Untuk mengetahui bagaimana Mewujudkan Good Corporate Governance di Indonesia?

9.    Untuk mengetahui Daftar Perusahaan yang menggunakan Tatakelola Perusahaan?

2.4      Manfaat Penulisan Makalah

Manfaat dalam penulisan makalah ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai Perusahaan Yang Sudah Menggunakan GCG dan yang Belum di Indonesia yang digunakan dalam perusahaan Indonesia sehingga dapat membantu untuk menambah wawasan mengenai Perusahaan Yang Sudah Menggunakan GCG dan yang Belum di Indonesia yang berguna dalam implementasi perusahaan nasional maupun perusahaan swasta.

 

BAB II

LANDASAN TEORI

 

2.1         Defenisi Good Corporate Governance (GCG)

Good Corporate Governance pada dasarnya merupakan suatu sistem (input, Proses, output) dan seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara berbagai pihak yang kepentingan (stakeholders) terutama dalam arti sempit hubungan antara pemegang saham, dewan komisaris, dan dewan direksi demi tercapainya tujuan perusahaan.

Beberapa pengertian Good Corporate Governance (GCG)

1.    Cadbury Committee of United Kingdom

Cadbury, Good Corporate Governance adalah prinsip yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan agar mencapai keseimbangan antara kekuatan serta kewenangan perusahaan dalam memberikan pertanggungjawabannya kepada para shareholder khususnya, danstakeholder pada umumnya. Hal ini berkaitan dengan peraturan kewenangan pemilik, direktur, manajer, pemegang saham, dan sebagainya.

2.    Forum for Corporate Governance in Indonesia FCGI (2006)

Pengertian Good Corporate Governance menurut Forum for Corporate Governance in Indonesia – FCGI (2006) tidak membuat definisi tersendiri tetapi mengambil definisi dari Cadbury Commite of Uniter Kingdom, yang kalau diterjemahkan adalah: “seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain suatu system yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan”

3.    Menurut Sukrisno Agoes (2006)

Mendefinisikan tata kelola perusahaan yang baik sebagai suatu system yang mengatur hubungan peran dewan komisaris, peran direksi, pemegang saham, dan pemagku kepentingan lainnya. Tata kelola perusahaan yang baik juga disebut sebagai suatu proses yang transparan atas penentuan tujuan perusahaan,pencapaiannya dan penilaian kinerjanya. 

4.    Organization for Economic Cooperation and Development (OCED) ( dalam Tjager dkk, 2004).

Mendefinisikan GCG sebagai  suatu struktur yang terdiiri atas para pemegang saham, direktur, manajer, seperangkat tujuan yang ingin dicapai perusahaan dan alat – alat yang ingin yang akan digunakan dalam mencapai tujuan dan memantau kinerja.

5.    Menurut Wahyudi Prakarsa (2007:120)

GCG adalah mekanisme ublictrative yang mengatur hubungan-hubungan antara manajemen perusahaan, komisaris, direksi, pemegang saham dan kelompok-kelompok kepentingan (stakeholders) yang lain. Hubungan-hubungan ini dimanifestasikan dalam bentuk berbagai aturan permainan dan ublic intensif sebagai kerangka kerja yang diperlukan untuk menentukan tujuan-tujuan perusahaan dan cara-cara pencapaian tujuan-tujuan serta pemantauan kinerja yang dihasilkan.

Jadi Good governance dapat diartikan sebagai kepemerintahan yang baik atau penyelenggaraan pemerintahaan yang bersih dan efektif, sesuai dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku. Pemerintahan mencakup ruang lingkup yang luas, termasuk bidang politik, ekonomi dan sosial mulai dari proses perumusan kebijakan dan pengmbilan keputusan hingga pelaksanaan dan pengawasan. Political governance mengacu pada proses pembuat kebijakan. Economic governance mengacu pada proses pembuatan keputusan di bidang ekonomi guna meningkatkan kesejahteraan, pemerataan, penurunan kemiskinan dan peningkatan kualitas hidup. Administrative governance berarti, bahwa penyelenggara setiap bidang dan tahapan pemerintahan harus dilakukan dengan bersih, efisien, dan efektif.

Dalam bahasa sederhana, governance berarti proses pengambilan keputusan dan proses pelaksanaan atau implementasinya. Secara umum dapat dikatakan, bahwa good governance adalah penyelenggaraan pemerintahan berdasarkan prinsip : partisipasi maksimal dari semua pemangku kepentingan (stackholder), hukum da aturan (rule of law), transparansi, responsivitas, orientasi consensus, keadilan dan kewajaran, efisiensi dan efektivitas, akuntabilitas dan visi strategis. 

 

2.2         Prinsip-prinsip Good Corporate Governance

Menurut National Comittee on Governance (2006) dalam Sukrisno Agoes

(2009:104) mengemukakan bahwa lima prinsip GCG, yaitu:

a.         Tranparansi (transparence)

b.        Akuntabilitas (accountability)

c.         Responsibilitas (responsibility)

d.        Independensi (Independency)

e.         Kesetaraan (fairness)

https://wikaserangpanimbang.com/assets/img/GCG.png

Penjelasan dari lima prinsip tersebut sebagai mana yang tertuang dalam pedoman    Good Corporate   Governance     yang    dipublikasikan oleh     National Comittee on Governance pada tahun 2006 adalah sebagai berikut:

1.    Transparansi (Transparency)

Untuk menjaga objektivitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan. Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan keputusan oleh pemegang saham, kreditur dan pemangku kepentingan lainnya.

Adapun pedoman pokok pelaksanaan prinsip transparansi adalah sebagai berikut:

a)    Perusahaan harus menyediakan informasi secara tepat waktu, memadai, jelas, akurat dan dapat diperbandingkan serta mudah diakses oleh pemangku kepentingan sesuai dengan haknya.

b)   Informasi yang harus diungkapkan meliputi, tetapi tidak terbatas pada, visi, misi, sasaran usaha dan strategi perusahaan, kondisi keuangan, susunan dan kompensasi pengurus, pemegang saham pengendali, kepemilikan saham oleh anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris beserta anggota keluarganya dalam perusahaan dan perusahaan lainnya, sistem manajemen risiko, sistem pengawasan dan pengendalian internal, sistem dan pelaksanaan GCG serta tingkat kepatuhannya, dan kejadian penting yang dapat mempengaruhi kondisi perusahaan.

c)    Prinsip keterbukaan yang dianut oleh perusahaan tidak mengurangi kewajiban untuk memenuhi ketentuan kerahasiaan perusahaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, rahasia jabatan, dan hak-hak pribadi.

d)   Kebijakan perusahaan harus tertulis dan secara proporsional dikomunikasikan kepada pemangku kepentingan.

2.    Akuntabilitas (Accountability)

Perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar, terukur dan sesuai dengan kepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lain. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan.

Adapun pedoman pokok pelaksanaan prinsip akuntabilitas adalah sebagai berikut:

a)    Perusahaan harus menetapkan rincian tugas dan tanggung jawab masing-masing organ perusahaan dan semua karyawan secara jelas dan selaras dengan visi, misi, nilai-nilai perusahaan (corporate values), dan strategi perusahaan.

b)   Perusahaan harus meyakini bahwa semua organ perusahaan dan semua karyawan mempunyai kemampuan sesuai dengan tugas, tanggung jawab, dan perannya dalam pelaksanaan Good Corporate Governance (GCG).

c)    Perusahaan harus memastikan adanya sistem pengendalian internal yang efektif dalam pengelolaan perusahaan.

d)   Perusahaan harus memiliki ukuran kinerja untuk semua jajaran perusahaan yang konsisten dengan sasaran usaha perusahaan, serta memiliki sistem penghargaan dan sanksi (reward and punishment system).

e)    Dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, setiap organ perusahaan dan semua karyawan harus berpegang pada etika bisnis dan pedoman perilaku (code of conduct) yang telah disepakati.

3.    Responsibilitas (Responsibility)

Perusahaan harus mematuhi peraturan perundang-undangan serta melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan sebagai good corporate citizen.

Adapun pedoman pokok pelaksanaan prinsip responsibilitas adalah sebagai berikut:

a)    Organ perusahaan harus berpegang pada prinsip kehati-hatian dan memastikan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, anggaran dasar dan peraturan perusahaan (by-laws).

b)   Perusahaan harus melaksanakan tanggung jawab sosial dengan antara lain peduli terhadap masyarakat dan kelestarian lingkungan terutama di sekitar perusahaan dengan membuat perencanaan dan pelaksanaan yang memadai.

4.    Independensi (Independency)

Untuk melancarkan pelaksanaan asas Good Corporate Governance (GCG), perusahaan harus dikelola secara independen sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain.

Adapun pedoman pokok pelaksanaan prinsip independensi adalah sebagai berikut:

a)      Masing-masing organ perusahaan harus menghindari terjadinya dominasi oleh pihak manapun, tidak terpengaruh oleh kepentingan tertentu, bebas dari benturan kepentingan (conflict of interest) dan dari segala pengaruh atau tekanan, sehingga pengambilan keputusan dapat dilakukan secara obyektif.

b)      Masing-masing organ perusahaan harus melaksanakan fungsi dan tugasnya sesuai dengan anggaran dasar dan peraturan perundang-undangan, tidak saling mendominasi dan atau melempar tanggung jawab antara satu dengan yang lain.

5.    Kewajaran dan Kesetaraan (Fairness)

Dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus senantiasa memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan.

Adapun pedoman pokok pelaksanaan prinsip kesetaraan adalah sebagai berikut:

a)    Perusahaan harus memberikan kesempatan kepada pemangku kepentingan untuk memberikan masukan dan menyampaikan pendapat bagi kepentingan perusahaan serta membuka akses terhadap informasi sesuai dengan prinsip transparansi dalam lingkup kedudukan masing-masing.

b)   Perusahaan harus memberikan perlakuan yang setara dan wajar kepada pemangku kepentingan sesuai dengan manfaat dan kontribusi yang diberikan kepada perusahaan.

c)    Perusahaan harus memberikan kesempatan yang sama dalam penerimaan karyawan, berkarir dan melaksanakan tugasnya secara profesional tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, gender, dan kondisi fisik.

Selain menurut National Comitte on Governance, prinsip-prinsip Good Corporate Governance juga dikemukakan oleh TheAustralian Securities Exchange Corporate Governance Council. Adapun prinsip-prinsip Good Corporate Governance menurut The Australian Securities Exchange Corporate Governance Council (2002) adalah sebagai berikut:

1.    Membangun landasan kerja yang kuat bagi manajemen dan Board of Directors.

2.    Menyusun stuktur organisasi Board of Directors yang dapat menjamin efektifitas kerja dan meningkatkan nilai perusahaan.

3.    Mengembangkan kebiasaan mengambil kebijkakan yang dapat dipertanggungjawabkan.

4.    Menjaga integritas laporan keuangan.

5.    Mengungkapkan semua informasi tentang kondisi dan perkembangan perusahaan kepada pemegang saham secara tetap waktu dan seimbang.

6.    Menghormati hak pemegang saham.

7.    Menyadari adanya risiko bisnis dan mengelolanya secara profesional.

8.    Mendorong peningkatan kinerja Board of Directors dan manajemen perusahaan.

9.    Menjamin pemberian balas jasa pimpinan dan karyawan perusahaan yang adil dan dapat dipertanggungjawabkan.

10.          Memahami hak dan kepentingan para pemangku kepentingan.

2.3         Tujuan Good Corporate Governance

Menurut Siswanto Sutojo (2008:5) tujuan Good Corporate Governance (GCG) adalah sebagai berikut:

a.    Melindungi hak dan kepentingan pemegang saham.

b.    Melindungi hak dan kepentingan pemegang kepentingan non-pemegang saham.

c.    Meningkatkan nilai perusahaan dan para pemegang saham.

d.    Meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja dewan pengurus dan manjemen perusahaan.

e.    Meningkatkan mutu hubungan dewan pengurus dengan manajemen senior perusahaan.

Selain menurut Siswanto Sutojo, tujuan Good Corporate Governance juga dikemukan oleh Amin Widjaya Tunggal (2011:34). Tujuan Good Corporate Governance adalah sebagai berikut:

a.    Tercapainya sasaran yang telah ditetapkan.

b.   Aktiva perusahaan tejaga dengan baik.

c.    Perusahaan menjalankan bisnis dengan praktek yang sehat.

d.   Kegiatan perusahaan dilakukan dengan transparan.

2.4         Manfaat Good Corporate Governance

Manfaat pelaksanaan Good Corporate Governance menurut Hery (2010:5)

adalah sebagi berikut:

1.    Good Corporate Governance secara tidak langsung dapat mendorong pemanfaatan sumber daya perusahaan ke arah yang efektif dan efisien, yang pada gilirannya kan turut membantu terciptanya pertumbuhan atau perkembngan ekonomi nasional.

2.    Good Corporate Governance dapat membantu perusahaan dan perekonomian nasional dalam hal menarik investor dengan biaya yang lebih rendah melalui perbaikan kepercyaan investor dan kreditor baik domestik maupun internasional.

3.    Membantu pengelolaan perusahaan dalam memastikan atau menjamin bahwa perusahaan telah taat pada ketentuan hukum dan perusahaan.

4.    Membantu manjemen dan corporate board dalam pemantauan penggunaan aset peruahaan

5.    Mengurangi korupsi.

Selain menurut Hery, manfaat pelaksanaa Good Corporate Governance

juga  dikemukakan   oleh   Indra  Surya   dan  Ivan   Yustiavananda  (2007)   dalam

Sukrisno Agoes dan I Cenik. Manfaat penerapan Good Corporate Governance

(GCG) menurut Indra dan Ivan adalah sebagai berikut:

1.    Memudahkan akses terhadap investasi domestik maupun asing.

2.    Mendapatkan biaya modal (cost of capital) yang lebih murah.

3.    Memberi keputusan yang lebih baik dalam meningkatkan kinerja ekonomi perusahaan.

4.    Meningkatkan keyakinan dan kepercayaan dari para pemangku kepentingan terhadap masyarakat.

5.    Melindungi direksi dan komisaris dari tuntutan hukum.

2.5         Unsur Good Corporate Governance

Menurut Amin Widjaya Tunggal (2013:184) unsur-unsur Good Corporate Governance terdiri dari:

1.    Pemegang Saham

Pemegang  saham  adalah  individu  atau  institusi  yang  mempunyai  vitalstake     dalam perusahaan. Tatakelola         perusahaan      yang    baik harus mampu melindungi            hak          pemegang saham dengan        caramengamankan kepemilikan, menyerahkan atau memindahkan saham, melaporkan informasi yang relevan, dan memperoleh keuntungan dari perusahaan. Selain itu, pemegang saham juga mempunyai hak dan kewajiban. Hak dan kewajiban tersebut adalah sebagai berikut:

A) Hak Pemegang Saham

Hak dari pemegang saham menurut Komite Nasional Kebijakan Governance adalah sebagai berikut:

1.    Hak untuk menghadiri, memberikan suara, dan menyampaikan pendapat dalam Rapat Umum Pemegang Saham.

2.    Hak untuk memperoleh informasi mengenai perusahaan secara tepat waktu, benar, dan teratur.

3.    Hak untuk menerima keuntungan dari perusahaan.

4.    Hak untuk memperoleh penjelasan lengkap mengenai prosedur yang harus dipenuhi berkenaan dengan Rapat Umum Pemegang Saham.

5.    Setiap pemegang saham berhak mengeluarkan suara dan diperlakukan secara adil sesuai jenis dan klasifikasi saham yang dimilikinya.

B)  Tanggungjawab Pemegang Saham

Tanggungjawab dari pemegang saham menurut Komite Nasional Kebijakan Governance adalah sebagai berikut:

a.     Pemegang saham pengendali harus memperhatikan kepentingan pemilik saham minoritas dan pemagku kepentingan lainnya.

b.    Pemegang saham minioritas bertanggungjawab untukmenggunakan haknya dengan baik sesuai dengan aturan yang ada.

c.     Pemegang saham harus bisa membedakan kekayaan perusahaan dan kekayaan pribadi serta harus dapat membedakan posisinya sebagai pemegang saham dan anggota dewan komisaris.

d.    Pemegang saham pengendali pada beberapa perusahaan harus mampu mengupayakan agar akuntabilitas serta hubungan antar perusahaan dapat dilakukan secara jelas.

2.    Komisaris dan Direksi

Komisaris dan direksi secara legal bertanggungjawab dalam menetapkan sasaran korporat, mengembangkan kebijakan, dan memilih manajemen tingkat atas untuk mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditetapkan tersebut. Selain itu, Komisaris dan direksi bertugas untuk menelaah kondisi perusahaan apakah sesuai dengan arah kebijakan atau sasaran yang telah ditetapkan. Selain itu, Komisaris dan Direksi juga mempunyai kewenangan dan tugas. Menurut Komite Nasional Kebijakan Governance kewenangan dan tugas tersebut adalah sebagai berikut:

A) Kewenagan Komisaris

a.    Komisaris memiliki kewenagan untuk memberikan sanksi kepada direksi untuk kepentingan perusahaan.

b.    Komisaris memiliki kewangan untuk melaksanakan secara sementara fungsi direksi apabila tejadi kekosongan.

c.    Komisaris memiliki kewenangan untuk memperoleh informasi mengenai perusahaan secara tepat waktu dan lengkap.

B)  Tugas Komisaris

a.    Melaksanakan fungsi pengawasan dan pemberian nasihat untuk kepentingan perusahaan.

b.    Memahami semua aturan baik internal ataupun eksterrnal yang berkaitan dengan perusahaan.

c.    Memahami dan melaksanakan pedoman Good Corporate Governance.

C)  Kewenangan Direksi

1.    Direksi berwenang untuk mengusulkan kepada unsur RUPS berupa perubahan anggaran dasar, pembelian kembali saham dan pengalihan saham tersebut kepada pihak lain, penambahan modal, pengurangan modal, penggunaan laba dan pembagian deviden, serta pembubaran perseroan.

2.    Direksi berwenang untuk mengatur dan menyelenggarakan kegiatan usaha perseroan.

3.    Direksi berwenang mengelola kekayaan perseroan.

4.    Direksi berwenang mewakili Perseroan di dalam dan di luar pengadilan.

5.    Direksi berwenang untuk membela diri dalam forum RUPS jika Direksi telah diberhentikan untuk sementara waktu oleh RUPS/Komisaris.

6.    Direksi berwenang untuk mengajukan usul kepada Pengadilan Negeri agar perseroan dinyatakan pailit setelah didahului dengan persetujuan RUPS

D)    Tugas Direksi

a.       Menetapkan strategi perusahaan, kebijakan dasar keuangan, organisasi dan SDM, serta sistem teknologi informasi dan komunikasi Perusahaan.

b.      Mengajukan program pengelolaan perusahaan yang memerlukan persetujuan komisaris dan/atau memerlukan tanggapan tertulis komisaris dan persetujuan RUPS serta melaksanakannya sesuai ketentuan yang diatur dalam Anggaran Dasar, persetujuan Komisaris serta Keputusan RUPS.

c.       Mengupayakan tercapainya target-target perusahaan dalam aspek keuangan, aspek operasional dan aspek administrasi yang telah disetujui dan ditetapkan dalam RUPS, menetapkan sasaran kinerja serta evaluasi kinerja perusahaan melalui mekanisme organisasi termasuk rencana strategis Perusahaan.

d.      Menetapkan persetujuan proyek, memantau dan melakukan koreksi terhadap pelaksanaannya.

e.       Menetapkan strukstur organisasi dan penetapan pejabat Perusahaan sampai jenjang tertentu.

3.    Komite Audit

Komite Audit bertugas untuk memberikan pendapat atau rekomendasi profesional terhadap dewan komisaris mengenai kondisi tata kelola perusahaan yang dijalankan manajemen perusahaan. Adapun rincian tugas Komite Audit menurut Komite Nasional Kebijakan Governance adalah sebagai berikut:

a.    Membantu Dewan Komisaris untuk memastikan bahwa laporan keuangan disajikan secara wajar.

b.    Memastikan bahwa struktur pengendalian perusahaan dilaksanakan dengan baik.

c.    Memastikan pelaksnaan audit eksternal dan internal dilakukan sesuai pedoman yang berlaku, serta menindak lanjuti temuan audit.

d.    Komite Audit memproses calon auditor ekternal termasuk imbal jasanya.

4.    Sekretaris Perusahaan

Sekretaris Perusahaan merupakan pihak penghubung yang menjembatani kepentingan antara perseroan dengan pihak eksternal, terutama dalam menjaga persepsi publik atas citra perseroan dan pemenuhan tanggung jawab oleh Perseroan. Sekretaris Perusahaan bertanggung jawab kepada Direksi.

Fungsi Sekretaris Perusahaan mencakup tugas-tugas kesekretariatan Perseroan, hubungan investor dan masyarakat, legal dan penegakan kepatuhan terhadap otoritas industri dan pasar modal serta ketentuan Tata Kelola Perusahaan yang Baik. Adapun tugas utama Sekretaris Perusahaan menurut Siswanto Sutojo (2005) adalah sebagai berikut:

1.    Memastikan ketersediaan informasi dalam pengambilan keputusan oleh dewan komisaris dan dewan direksi.

2.    Menyampaikan semua kebijakan dan peraturan perusahaan terhadap seluruh staf perusahaan.

3.    Memastikan informasi diterima oleh Dewan Direksi dan Dewan Komisaris tepat waktu.

4.    Menjalin komunikasi yang baik dengan seluruh pemegang saham.

5.    Membangun citra positif perusahaan.

5.    Manajer

Manajer memiliki peran yang sangat penting dalam opersional perusahaan. Manajer memiliki pengetahuan yang luas mengenai hal teknis yang terjadi diperusahaan. Seorang Manajer juga memiliki tugas yang wajib dilaksanakan. Adapun tugas manajer menurut Hasibuan (2011) adalah sebagai berikut:

a.  Mengelola siklus pengambilan keputusan, membuat rencana, menyusun organisasi, pengarahan organisasi, pengendalian, penilaian dan pelaporan.

b.   Memotivasi, artinya seorang manajer harus dapat mendorong para bawahannya untuk bekerja giat dan membina para bawahan dengan baik dan harmonis.

c.    Manajer harus berusaha memenuhi kebutuhan para bawahannya.

d.   Manajer harus dapat menciptakan kondisi yang akan membantu bawahannya mendapatkan kepuasan dalam pekerjaanya.

e.    Manajer harus berusaha agar para bawahannya bersedia memikul tanggung jawab.

f.    Manajer harusmembina bawahannya agar dapat bekerja secara efektif dan efisien.

g.   Manajer harus membenahi fungsi-fungsi fundamental manajemen secara baik.

h.   Manajer harus mewakili dan membina hubungan yang harmonis dengan pihak luar.

6.    Auditor Eksternal

Auditor ekternal bertanggungjawab memberikan opini terhadap laporan keuangan perusahaan. Laporan auditor ekternal (independen) adalah opini profesional mengenai laporan keungan perusahaan. Auditor eksternal berwenang memberikan jasa asurans dan jasa lainnya kepada klien (perusahaan). Menurut Undang-Undang No 5 Tahun 2011, jasa asurans meliputi:

a.    Jasa atas audit laporan keuangan historis

Audit atas laporan keuangan historis adalah salah satu bentuk jasa yang dilakukan auditor. Dalam pemberian jasa ini auditor menerbitkan laporan tertulis yang berisi pernyataan pendapat apakah laporan keuangan telah disusun sesuai prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum.

b.    Jasa review atas laporan keuangan historis

Jasa review laporan keuangan merupakan salah satu jasa yang diberikan akuntan publik untuk memberikan keyakinan terbatas bahwa tidak terdapat modifikasi material yang harus dilaksanakan agar laporan keuangan tersebut sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum atas basis akuntansi komprehensif lainnya. Review dilakukan melalui prosedur pengajuan pertanyaan dan analisis dengan berpedoman pada Standar Jasa Akuntansi dan Review yang terdapat dalam SPAP.

7.    Auditor Internal

Auditor internal bertugas memberikan rekomendasi atau konsultasi kepada pihak yang berwenang di perusahaan mengenai kondisi-kondisi yang terjadi di dalam perusahaan. Adapun uaraian tugas auditor internal menurut Bambang Hartadi (1999) adalah sebagai berikut:

a.  Menilai prosedur dan menelaah hal-hal yang berhubungan dengan efisiensi atau kelayakan prosedur.

b.   Memberi ide-ide seperti pembuatan standar atau pembuatan metode yang baik.

c.    Melakukan verifikasi dan analisis data, yang menyangkut data yang dihasilkan sistem akuntansi guna membuktikan bahwa laporan-laporan dihasilkan adalah benar (valid).

d.   Melakukan verifikasi kelayakan dengan tujuan untuk mengetahui apakah kebijakan akuntansi dan kebijakan lainnya telah dilakukan, apakah prosedur operasi atau kegiatan telah diikuti, apakah peraturan-peraturan pemerintah telah dilaksanakan, apakah kewajiban-kewajiban yang berkenaan dengan kontrak telah berjalan atau dipatuhi.

e.    Melatih dan memberi bantuan kepada karyawan perusahaan.

Selain menurut Amin Widjaya Tunggal, unsur-unsur Good Corporate Governance juga dikemukakan oleh Ardeno Kurniawan. Adapun unsur-unsur Good Corporate Governance menurut Ardeno Kurniawan (2012:43) adalah sebagai berikut:

1.    Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)

Rapat Umum Pemegang Saham adalah organ di dalam perusahaan yang memfasilitasi pemegang saham untuk mengambil keputusan penting yang berkenaan dengan investasinya di perusahaan. Hasil dalam RUPS merupakan kebijakan jangka panjang yang akan dilaksanakan oleh perusahaan. Kewenangan RUPS diatur oleh Undang-Undang no. 40 Tahun 2007. Adapun kewenangan RUPS adalah sebagai berikut:

a.    Memutuskan penyetoran saham dalam bentuk uang dan/atau dalam bentuk lainnya, mislanya dalam bentuk benda tidak bergerak.

b.    Menyetujui dapat tidaknya pemegang saham dan kreditor lainnya yang mempunyai tagihan terhadap Perseroan menggunakan hak tagihnya sebagai kompensasi kewajiban penyetoran atas harga saham yang telah diambilnya.

c.    Menyetujui pembelian kembali saham yang telah dikeluarkan.

d.    Menyetujui penambahan modal perseroan.

e.    Memutuskan pengurangan modal perseroan.

f.     Memutuskan tentang pengambilalihan saham oleh badan hukum berbentuk perseroan.

g.    Memutuskan dapat atau tidaknya Dewan Komisaris melakukan tindakan pengurusan Perseroan dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu tertentu.

h.    Memutuskan tentang penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan perseroan.

i.      Mencabut atau menguatkan keputusan pemberhentian sementara anggota Direksi yang telah ditetapkan oleh Dewan Komisaris

2.    Dewan Komisaris

Dewan komisaris adalah organ di dalam perusahaan yang bertugas untuk mengawasi serta memberikan masukan terhadap direksi serta memastikan bahwa kegiatan perusahaan sesuai dengan arah kebijakan dan sasaran yang telah ditetapkan. Anggota dewan komisaris diangkat dan diberhentikan dengan persetujuan dari anggota Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang kemudian dilaporkan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk dicatatkan dalam daftar wajib perusahaan atas pergantian dewan komisaris. Dalam pengangkatan dewan komisaris diusulkan oleh anggota RUPS yang memiliki wewenang untuk mengusulkan dewan komisaris. Menurut Komite Nasional Kebijakan Governance kewenangan dan tugas Dewan Komisaris adalah sebagai berikut:

A) Kewenagan Komisaris

1.    Komisaris memiliki kewenagan untuk memberikan sanksi kepada direksi untuk kepentingan perusahaan.

2.    Komisaris memiliki kewangan untuk melaksanakan secara sementara fungsi direksi apabila tejadi kekosongan.

3.    Komisaris memiliki kewenangan untuk memperoleh informasi mengenai perusahaan secara tepat waktu dan lengkap.

B)  Tugas Komisaris

a.    Melaksanakan fungsi pengawasan dan pemberian nasihat untuk kepentingan perusahaan.

b.   Memahami semua aturan baik internal ataupun eksterrnal yang berkaitan dengan perusahaan.

c.    Memahami dan melaksanakan pedoman Good Corporate Governance.

3.    Dewan Direksi

Dewan direksi adalah suatu organ di dalam perusahaan yang bertugas untuk menjalankan kegiatan perusahaan sesuai dengan arah kebijakan dan sasaran yang telah ditetapkan. Direktur dapat dijabat oleh seseorang yang memiliki perusahaan tersebut atau orang profesional yang ditunjuk oleh pemilik usaha untuk menjalankan dan memimpin perseroan terbatas. Penyebutan direktur dapat bermacam-macam, yaitu dewan gubernur, atau dewan eksekutif. Menurut Komite Nasional Kebijakan Governance kewenangan dan tugas Dewan Direksi adalah sebagai berikut:

A) Kewenangan Direksi

1.   Direksi berwenang untuk mengusulkan kepada unsur RUPS berupa perubahan anggaran dasar, pembelian kembali saham dan pengalihan saham tersebut kepada pihak lain, penambahan modal, pengurangan modal, penggunaan laba dan pembagian deviden, serta pembubaran perseroan.

2.   Direksi berwenang untuk mengatur dan menyelenggarakan kegiatan usaha perseroan.

3.   Direksi berwenang mengelola kekayaan perseroan.

4.    Direksi berwenang mewakili Perseroan di dalam dan di luar pengadilan.

5.    Direksi berwenang untuk membela diri dalam forum RUPS jika Direksi telah diberhentikan untuk sementara waktu oleh RUPS/Komisaris.

6.    Direksi berwenang untuk mengajukan usul kepada Pengadilan Negeri agar perseroan dinyatakan pailit setelah didahului dengan persetujuan RUPS

B)  Tugas Direksi

1.   Menetapkan strategi perusahaan, kebijakan dasar keuangan, organisasi dan SDM, serta sistem teknologi informasi dan komunikasi Perusahaan.

2.   Mengajukan program pengelolaan perusahaan yang memerlukan persetujuan komisaris dan/atau memerlukan tanggapan tertulis komisaris dan persetujuan RUPS serta melaksanakannya sesuai ketentuan yang diatur dalam Anggaran Dasar, persetujuan Komisaris serta Keputusan RUPS.

3.   Mengupayakan tercapainya target-target perusahaan dalam aspek keuangan, aspek operasional dan aspek administrasi yang telah disetujui dan ditetapkan dalam RUPS, menetapkan sasaran kinerja serta evaluasi kinerja perusahaan melalui mekanisme organisasi termasuk rencana strategis Perusahaan.

4.   Menetapkan persetujuan proyek, memantau dan melakukan koreksi terhadap pelaksanaannya.

5.   Menetapkan strukstur organisasi dan penetapan pejabat Perusahaan sampai jenjang tertentu.

 

BAB III 

PEMBAHASAN

 

3.1         Latar Belakang GCG di Indonesia

Krisis ekonomi yang menghantam Asia telah berlalu lebih dari delapan tahun. Krisis ini ternyata berdampak luas teutama dalam merontokkan rezimrezim politik yang berkuasa di Korea Selatan, Thailand, dan Indonesia. Ketiga Negara yang diawal tahun 1990-an dipandang sebagai “the Asian tiger”, harus mengakui bahwa pondasi ekonomi mereka rapuh, yang pada akhirnya merambah pada krisis politik. Setelah delapan tahun, sejak krisis tersebut melanda, kita sekarang dapat melihat pertumbuhan kembali Negara-negara yang amat terpukul oleh krisis tersebut. Korea Selatan yang pernah terjangkit kejahatan financial yang melibatkan para eksekutif puncak perusahaan-perusahaan blue-chip, kini telah pulih.

Perkembangan yang sama juga terlihat dengan Thailand maupun Negara-negara ASEAN lainnya. Bagaimana dengan Indonesia?. Era pascakrisis ditandai dengan goncangan ekonomi berkelanjutan. Mulai dari restrukturisasi sektor perbankan, pelelangan asset para konglomerat, yang berakibat pada penurunan iklim berusaha (Bakrie,2003). Kajian yang dilakukan oleh Asian Development Bank (ADB) menunjukkan beberapa faktor yang memberi kontribusi pada krisis di Indonesia. Pertama, konsentrasi kepemilikan perusahaan yang tinggi; kedua, tidak efektifnya fungsi pengawasan dewan komisaris, ketiga; inefisiensi dan rendahnya transparansi mengenai prosedur pengendalian merger dan akuisisi perusahaan; keempat, terlalu tingginya ketergantungan pada pendanaan eksternal; dan kelima, ketidak memadainya pengawasan oleh para kreditor.

Tantangan terkini yang dihadapi masih belum dipahaminya secara luas prinsip-prinsip dan praktek good corporate governance oleh kumunitas bisnis dan publik pada umumnya (Daniri, 2005). Akhirnya komunitas internasional masih menempatkan Indonesia pada urutan bawah rating implementasi GCG sebagaimana dilakukan oleh Standard & Poor, CLSA, Pricewaterhouse Coopers, Moody`s Morgan, and Calper`s. Kajian Pricewaterhouse Coopers yang dimuat di dalam Report on Institutional investor Survey (2002) menempatkan Indonesia di urutan paling bawah bersama China dan India dengan nilai 1,96 untuk transparansi dan keterbukaan. Jika dilihat dari ketersediaan investor untuk memberi premium terhadap harga saham perusahaan publik di Indonesia, hasil survey tahun 2002 menunjukkan kemajuan dibandingkan hasil survey tahun 2000. Pada tahun 2000 investor bersedia membayar premium 27%, sedang di tahun 2002 hanya bersedia membayar 25% saja. Hal ini menunjukkan persepsi investor terhadap resiko tidak dijalankannya GCG, menjadi lebih baik. Secara keseluruhan urutan teratas masih ditempati oleh Singapura dengan skor 3,62, Malaysia dan Thailand mendapat skor 2,62 dan 2,19.

3.2         Implementasi GCG di Indonesia

Good governance sebagai upaya untuk mencapai pemerintahan yang baik maka harus memiliki beberapa bidang yang dilakukan agar tujuan utamanya dapat dicapai, yang meliputi (Efendi, 2005):

a.    Politik

Politik merupakan bidang yang sangat riskan dengan lahirnya msalah karena seringkali menjadi penghambat bagi terwujudnya good governance. Konsep politik yang kurang bahkan tidak demokratis yang berdampak pada berbagai persoalan di lapangan. Krisis politik yang saat ini terjadi di Indonesia dewasa ini tidak lepas dari penataan sistem politik yang kurang demokratis. Maka perlu dilakukan pembaharuan politik yang menyangkut berbagai masalah penting seperti:

1.    UUD NKRI 1945 yang merupakan sumber hukum dan acuan pokok penyelenggaraan pemerintahan maka dalam penyelenggaraannya harus dilakukan untuk mendukung terwujudnya good governance. Konsep good governance itu dilakukan dalam pemilihan presiden langsung, memperjelas susunan dan kedudukan MPR dan DPR, kemandirian lembaga peradilan, kemandirian kejaksaan agung dan penambahan pasal-pasal tentang hak asasi manusia.

2.    Perubahan UU Politik dan UU Keormasan yang lebih menjamin partisipasi dan mencerminkanketerwakilanrakyat.

3.    Perubahan UU Politik dan UU Keormasan yang lebih menjamin partisipasi dan mencerminkanketerwakilanrakyat.

4.    Mempercepat penghapusan peran sosial politik TNI.

5.    Penegak supremasi hukum.

b.   Ekonomi

Ekonomi Indonesia memang sempat terlepas dari krisis global yang bahkan bisa menimpa Amerika Serikat. Namun keadaan Indonesia saat ini masih terbilang krisis karena masih banyaknya pihak yang belum sejahtera dengan ekonomi ekonomi rakyat. Hal ini dikarenakan krisis ekonomi bisa melahirkan berbagai masalah sosial yang bila tidak teratasi akan mengganggu kinerja pemerintahan secara menyeluruh. Permasalahan krisis ekonomi di Indonesia masih berlanjut sehingga perlu dilahirkan kebijakan untuk segera.

c.    Sosial

Masyarakat yang sejahtera dengan terwujudnya setiap kepentingan masyarakat yang tercover dalam kepentingan umum adalah perwujudan nyata good governance. Masyarakat selain menuntut perealisasikan haknya tetapi juga harus memikirkan kewajibannya dengan berpartisipasi aktif dalam menentukan berbagai kebijakan pemerintahan. Hal ini sebagai langkah nyata menjalankan fungsi pengawasan yang efektif dalam pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan. Namun keadaan Indonesia saat ini masih belum mampu memberikan kedudukan masyarakat yang berdaya di hadapan negara. Karena diberbagai bidang yang didasari kepentingan sosial masih banyak timbul masalah sosial. Sesuai dengan UUD NRI Pasal 28 bahwa “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”. Masyarakat diberikan kesempatan untuk membentuk golongan dengan tujuan tertentu selama tidak bertentangan dengan tujuan negara. Namun konflik antar golongan yang masih sering terjadi sangat kecil kemungkinan good governance bisa ditegakkan. Maka good governance harus ditegakkan dengan keadaan masyarakat dengan konflik antar golongan tersebut.

d.   Hukum

Dalam menjalankan pemerintahan pejabat negara memakai hukum sebagai istrumen mewujudkan tujuan negara. Hukum adalah bagian penting dalam penegakan good governance. Setiap kelemahan sistem hukum akan memberikan influence terhadap kinerja pemerintahan secara keseluruhan, karena good governanance tidak akan dapat  berjalan dengan baik dengan hukum yang lemah. Penguatan sistem hukum atau reformasi hukum merupakan kebutuhan mutlak bagi terwujudnya good governance. Hukum saat ini lebih dianggap sebagai komiditi daripada lembaga penegak keadilan dan kalangan kapitalis lainnya. Kenyataan ini yang membuat ketidakpercayaan dan ketidaktaatan pada hukum oleh masyarakat.

3.3          Mewujudkan Good Corporate Governance di Indonesia

Mewujudkan konsep good governance dapat dilakukan dengan mencapai keadaan yang baik dan sinergi antara pemerintah, sektor swasta dan masyarakat sipil dalam pengelolaan sumber-sumber alam, sosial, lingkungan dan ekonomi. Prasyarat minimal untuk mencapai good governance adalah adanya transparansi, akuntabilitas, partisipasi, pemberdayaan hukum, efektifitas dan efisiensi, dan keadilan. Kebijakan publik yang dikeluarkan oleh pemerintah harus transparan, efektif dan efisien, serta mampu menjawab ketentuan dasar keadilan. Sebagai bentuk penyelenggaraan negara yang baik maka harus keterlibatan masyarakat di setiap jenjang proses pengambilan keputusan (Hunja, 2009). Konsep good governance dapat diartikan menjadi acuan untuk proses dan struktur hubungan politik dan sosial ekonomi yang baik.

Human interest adalah faktor terkuat yang saat ini mempengaruhi baik buruknya dan tercapai atau tidaknya sebuah negara serta pemerintahan yang baik. Sudah menjadi bagian hidup yang tidak bisa dipisahkan bahwa setiap manusia memiliki kepentingan. Baik kepentingan individu, kelompok, dan/atau kepentingan masyarakat nasional bahkan internasional. Dalam rangka mewujudkan setiap kepentingan tersebut selalu terjadi benturan. Begitu juga dalam merealisasikan apa yang namanya “good governance” benturan kepentingan selalu lawan utama. Kepentingan melahirkan jarak dan sekat antar individu dan kelompok yang membuat sulit tercapainya kata “sepakat”.
Good governance pada dasarnya adalah suatu konsep yang mengacu kepada proses pencapaian keputusan dan pelaksanaannya yang dapat dipertanggungjawabkan secara bersama. Sebagai suatu konsensus yang dicapai oleh pemerintah, warga negara, dan sektor swasta bagi penyelenggaraan pemerintahaan dalam suatu negara. Negara berperan memberikan pelayanan demi kesejahteraan rakyat dengan sistem peradilan yang baik dan sistem pemerintahan yang dapat dipertanggungjawaban kepada publik. Meruju pada 3 (tiga) pilar pembangunan berkelanjutan. Dalam pembangunan ekonomi, lingkungan, dan pembangunan manusia. Good governance menyentuh 3 (tiga) pihak yaitu pihak pemerintah (penyelenggara negara), pihak korporat atau dunia usaha (penggerak ekonomi), dan masyarakat sipil (menemukan kesesuaiannya).  

3.4         Daftar Perusahaan yang menggunakan Tatakelola Perusahaan

Daftar Emiten LQ45 Bursa Efek Indonesia ( BEI )

Periode Agustus 2018 - Januari 2019

No.

Kode Saham

Nama Perusahaan Tercatat

Keterangan

 

 

 

 

1

ADHI

ADHI KARYA (PERSERO) TBK

Tetap

 

 

 

 

2

ADRO

ADARO ENERGY TBK

Tetap

 

 

 

 

3

AKRA

AKR CORPORINDO TBK

Tetap

 

 

 

 

4

ANTM

ANEKA TAMBANG (PERSERO) TBK

Tetap

 

 

 

 

5

ASII

ASTRA INTERNATIONAL TBK

Tetap

 

 

 

 

6

BBCA

BANK CENTRAL ASIA TBK

Tetap

 

 

 

 

7

BBNI

BANK NEGARA INDONESIA (PERSERO) TBK

Tetap

 

 

 

 

8

BBRI

BANK RAKYAT INDONESIA (PERSERO) TBK

Tetap

 

 

 

 

9

BBTN

BANK TABUNGAN NEGARA (PERSERO) TBK

Tetap

 

 

 

 

10

BJBR

BPD JAWA BARAT DAN BANTEN TBK

Tetap

 

 

 

 

11

BKSL

SENTUL CITY TBK

Baru

 

 

 

 

12

BMRI

BANK MANDIRI (PERSERO) TBK

Tetap

 

 

 

 

13

BRPT

BARITO PACIFIC TBK

Tetap

 

 

 

 

14

BSDE

BUMI SERPONG DAMAI TBK

Tetap

 

 

 

 

15

ELSA

ELNUSA TBK

Baru

 

 

 

 

16

EXCL

XL AXIATA TBK

Tetap

 

 

 

 

17

GGRM

GUDANG GARAM TBK

Tetap

 

 

 

 

18

HMSP

H.M. SAMPOERNA TBK

Tetap

 

 

 

 

19

ICBP

INDOFOOD CBP SUKSES MAKMUR TBK

Tetap

 

 

 

 

20

INCO

VALE INDONESIA TBK

Tetap

 

 

 

 

21

INDF

INDOFOOD SUKSES MAKMUR TBK

Tetap

 

 

 

 

22

INDY

INDIKA ENERGY TBK

Tetap

 

 

 

 

23

INKP

INDAH KIAT PULP & PAPER TBK

Baru

 

 

 

 

24

INTP

INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA TBK

Tetap

 

 

 

 

25

ITMG

INDO TAMBANGRAYA MEGAH TBK

Baru

 

 

 

 

26

JSMR

JASA MARGA (PERSERO) TBK

Tetap

 

 

 

 

27

KLBF

KALBE FARMA TBK

Tetap

 

 

 

 

28

LPKR

LIPPO KARAWACI TBK

Tetap

 

 

 

 

29

LPPF

MATAHARI DEPARTMENT STORE TBK

Tetap

 

 

 

 

30

MEDC

MEDCO ENERGI INTERNASIONAL TBK

Baru

 

 

 

 

31

MNCN

MEDIA NUSANTARA CITRA TBK

Tetap

 

 

 

 

32

PGAS

PERUSAHAAN GAS NEGARA (PERSERO) TBK

Tetap

 

 

 

 

33

PTBA

TAMBANG BATU BARA BUKIT ASAM (PERSERO) TBK

Tetap

 

 

 

 

34

PTPP

PP (PERSERO) TBK

Tetap

 

 

 

 

35

SCMA

SURYA CITRA MEDIA TBK

Tetap

 

 

 

 

36

SMGR

SEMEN INDONESIA (PERSERO) TBK

Tetap

 

 

 

 

37

SRIL

SRI REJEKI ISMAN TBK

Tetap

 

 

 

 

38

SSMS

SAWIT SUMBERMAS SARANA TBK

Tetap

 

 

 

 

39

TLKM

TELEKOMUNIKASI INDONESIA (PERSERO) TBK

Tetap

 

 

 

 

40

TPIA

CHANDRA ASRI PETROCHEMICAL TBK

Tetap

 

 

 

 

41

UNTR

UNITED TRACTORS TBK

Tetap

 

 

 

 

42

UNVR

UNILEVER INDONESIA TBK

Tetap

 

 

 

 

43

WIKA

WIJAYA KARYA (PERSERO) TBK

Tetap

 

 

 

 

44

WSBP

WASKITA BETON PRECAST TBK

Tetap

 

 

 

 

45

WSKT

WASKITA KARYA (PERSERO) TBK

Tetap

 

 

 

 


 


BAB IV

PENUTUP

4.1         Kesimpulan

Good corporate governance (GCG) merupakan sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan guna menciptakan nilai tambah (value added) untuk semua stakeholder. Konsep ini menekankan pada dua hal yakni, pertama, pentingnya hak pemegang saham untuk memperoleh informasi dengan benar dan tepat pada waktunya dan, kedua, kewajiban perusahaan untuk melakukan pengungkapan (disclosure) secara akurat, tepat waktu, transparan terhadap semua informasi kinerja perusahaan, kepemilikan, dan stakeholder.

 Terdapat empat komponen utama yang diperlukan dalam konsep Good Corporate Governance, yaitu fairness, transparency, accountability, dan responsibility. Keempat komponen tersebut penting karena penerapan prinsip Good Corporate Governance secara konsisten terbukti dapat meningkatkan kualitas laporan keuangan dan juga dapat menjadi penghambat aktivitas rekayasa kinerja yang mengakibatkan laporan keuangan tidak menggambarkan nilai fundamental perusahaan. 

Dari berbagai hasil penelitian lembaga independen menunjukkan bahwa pelaksanan Corporate Governance di Indonesia masih sangat rendah, hal ini terutama disebabkan oleh kenyataan bahwa perusahaan-perusahaan di Indonesia belum sepenuhnya memiliki Corporate Culture sebagai inti dari Corporate Governance. Pemahaman tersebut membuka wawasan bahwa korporat kita belum dikelola secara benar, atau dengan kata lain, korporat kita belum menjalankan governansi. 

Good governance dapat diartikan sebagai kepemerintahan yang baik atau penyelenggaraan pemerintahaan yang bersih dan efektif, sesuai dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku. Pemerintahan mencakup ruang lingkup yang luas, termasuk bidang politik, ekonomi dan sosial mulai dari proses perumusan kebijakan dan pengmbilan keputusan hingga pelaksanaan dan pengawasan. Political governance mengacu pada proses pembuat kebijakan. Economic governance mengacu pada proses pembuatan keputusan di bidang ekonomi guna meningkatkan kesejahteraan, pemerataan, penurunan kemiskinan dan peningkatan kualitas hidup. Administrative governance berarti, bahwa penyelenggara setiap bidang dan tahapan pemerintahan harus dilakukan dengan bersih, efisien, dan efektif. 

4.2         Saran

Untuk mengatasi kejahatan bisnis ekonomi yang terjadi seiring dengan perkembangan ilmu dan teknologi yang telah melahirkan revolusi industry perdagangan, perbankan dan khusunya korporasi, dalam skala global, sebaiknya semua Negara memperkuat komitmen politiknya untuk lebih memartabatkan kegiatan ekonomi dan bisnis. Dengan begitu, kemakmuran dan kesejahteraan dapat terwujud. Selain itu perlu juga diperkuat komitmen moralnya untuk tetap konsisten menjalankan sebuah misi penting, yaitu mewujudkan keadilan, kebenaran, kejujuran, penegak hokum, penegak etika dan peningkatan ras kompetensi secara fair rasional dan berkemanusiaan.

 

Daftar Pustaka

Etika Bisnis Dan Profesi/Leonard J. Brooks/Paul Dunn/Penerbit Salemba Empat.

Jurusan Ekonomi Manajemen, Fakultas Ekonomi – Universitas Kristen Petra http://www.petra.ac.id/~puslit/journals/dir.php?DepartmentID=MAN

Bahasapedia. Pengertian, Manfaat, Prinsip, Mekanisme Good Corporate Governance. Diperoleh 5 September 2017, pukul 12:00. http://bahasapedia.com/pengertian-manfaat-prinsip-mekanisme-good-corporate-governance/

Banyumaskab. Pelaksanaan Good Governance di Indonesia. Diperoleh 5 September 2017, pukul18:00.http://www.banyumaskab.go.id/read/15538/pelaksanaan-good-governance-di-indonesia

Berbagi blogspot. Lima Prinsip GCG (2015, 3 Februari). Diperoleh 5 September 2017, http://yanuarto-berbagi.blogspot.co.id/2012/02/5-lima-prinsip-gcg.html

Kaihatu, Thomas. 2006. Good Corporate Governance dan Penerapammya di Indonesia. Surabaya:Jurnal Manajemen Dan Kewirausahaan, Vol.8, No. 1, Maret 2006: 1-9.

Kompasiana. Etik dan Good Corporate Governance (GCG) Sebuah Cara Mewujudkan EntitasBisnis yang Sehat. Diperoleh 4 September 2017 pukul 20:53, http://www.kompasiana.com/sabirinsaiga/etik-dan-good-corporate governance-ggc-sebuah-cara-mewujudkan-entitas-bisnis-yang-sehat_57df999e7593733941aef017

Perumnas. Good Corporate Governance (GCG). Diperoleh 5 September 2017, pukul 12:05. http://www.perumnas.co.id/good-corporate-governance/

 https://annisanurlestari1993.wordpress.com/2017/09/08/good-corporate-governance-di-indonesia/

http://www.sinarmassekuritas.co.id/uploads/filelist/2018/daftar-saham-lq-45_1.pdf

https://wikaserangpanimbang.com/home/gcg


Post a Comment for "Studi Kasus Good Corporate Governance (GCG) Di Indonesia"